Catatan Ella Zulaeha
Teringat
pengalaman saya belasan tahun lalu saat berjuang mendapatkan pekerjaan. Saya
lulusan SMK di sebuah sekolah ternama di Kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Konon
kabarnya, lulusan sekolah saya ini mudah sekali mendapatkan pekerjaan karena
sekolah ini sekolah terbaik pertama se Jakarta Selatan.
Pasca
lulus sekolah, saya mulai memasukan surat lamaran ke berbagai perusahaan
tentunya dengan penuh pengharapan bisa diterima salah satu perusahaan.
Nampaknya semangat yang membara nyaris padam manakala tiga bulan berusaha namun
hasilnya nihil. Saya masih tetap menjadi pengangguran. Sudah banyak perusahaan
yang memanggil, namun tak ada satupun yang berhasil saya tembus.
Melihat
saya yang setiap harinya hanya berdiam diri di rumah tanpa aktivitas, ibu
menyarankan agar saya menambah skill. Saya pun mulai mengikuti kursus bahasa
Inggris. Semangat saya untuk mencari pekerjaan mulai terpacu lagi. Saat itu
melamar pekerjaan masih dengan cara mengirimkan surat via pos. Dulu internet
belum booming seperti sekarang ini. Bahkan handphone pun masih
menjadi barang langka karena hanya kalangan tertentu saja yang memilikinya.
Hampir
setiap hari saya membeli harian KOMPAS. Entah feeling atau karena
apa, saya merasa di surat kabar harian ini banyak perusahaan besar memasang
iklan guna merekrut karyawan mereka. Dalam artian surat kabar ini bukan
memasang iklan kloningan. Saya pernah melihat iklan lowongan pekerjaan di surat
kabar lain, saat saya datangi ternyata tempatnya berbeda seperti yang mereka
iklankan.
Dengan
sabar saya menyusuri baris demi baris iklan yang termuat di harian KOMPAS. Mata
saya tertuju pada sebuah iklan di kolom yang tak terlalu besar. Sebuah kantor
yang bergerak di bidang jasa hukum ternama di Jakarta sedang mencari seorang
operator Komputer. Saat membaca persyaratannya, kantor ini ternyata lebih mengutamakan
lulusan S1.
Sebenarnya
saya ragu untuk memasukkan surat lamaran pada kantor hukum ini mengingat saya
hanyalah lulusan SMK, sekalipun nilai ijazah saya lumayan baik. Sebenarnya
bukan cuma modal nekat melamar pekerjaan tersebut. Saat di sekolah sudah
dibekali dengan berbagai ketrampilan. Inilah keuntungannya bersekolah di SMK.
Saya bisa mendapatkan ijazah kelulusan ujian komputer, lulus ujian mengetik
listrik dan manual serta memiliki ijazah kelulusan Ujian Negara Kesekretarisan.
Akhirnya
saya putuskan untuk mencoba melamar pekerjaan tersebut. Setelah menunggu selama
seminggu, di pagi hari saya mendapat telepon dari Kantor tersebut. Wah, sungguh
tidak menyangka ternyata berkas lamaran saya dipertimbangkan juga. Hampir
setiap malam saya melakukan sholat Tahajjud, memohon kepada Tuhan agar kali ini
keinginan saya untuk bisa bekerja terwujud. Saya yakin dengan ikhtiar, doa dan
usaha yang maksimal, takkan ada yang sia-sia. Terlebih ibu saya yang senantiasa
berdoa demi keberhasilan puterinya ini.
Hari
yang dinanti itu pun tiba jua. Saat berada di kantor itu, saya melihat ada 4
orang pelamar yang juga menunggu. Kemudian saya bertanya kepada salah satu dari
mereka, lulusan mana mas? Si mas itu pun menjawab, “saya lulusan S1 sebuah
universitas swasta”. Degg! Jantung saya langsung berdetak cepat. S1..? waduh,
bisa kalah saing kalau begini. Mendadak nyali saya ciut seketika.
Setelah
menunggu beberapa saat, akhirnya tiba giliran saya menunjukan kemampuan saya.
Oleh seorang karyawan di sana, saya diminta mengetik sebuah dokumen yang
banyaknya 3 lembar pada sebuah komputer. Pikir saya, kalau hanya diminta
mengetik, itu perkara mudah mengingat saat di sekolah, guru mengetik saya yang
super killer itu selalu mengingatkan kami agar bisa mahir mengetik dengan
sistem buta 10 jari. Dalam hitungan 10 menit, saya berhasil mengetik 2 halaman
dokumen tersebut. Saya pun diminta menunggu karena hasilnya akan diserahkan
kepada pimpinan kantor itu.
Dengan
perasaan cemas, saya dan beberapa pelamar lainnya menanti keputusan. Beberapa
saat kemudian saya dipanggil masuk ke ruangan pimpinan kantor itu. Seorang
laki-laki paruh baya berwajah angker sudah duduk di sana. Duuh, sepertinya
bapak ini orangnya tegas dan pastinya galak! Saya mantapkan di dalam hati, saya
harus berani menghadapinya.
Pak
boss ini melihat hasil ketikan saya. Kemudian dia meminta saya untuk membaca
sebuah akta. Hanya membaca? Wah, mudah sekali ya test-nya, pikir saya. Selesai
membaca akta tersebut, pak boss tadi kemudian bertanya. Apa judul akta yang
barusan saya baca, siapa nama penghadap dalam akta tersebut, apa nama
perusahaan dan jabatan penghadap dalam akta tersebut. Waduuh..!! kalau tahu
bakal ditanya begini, tentulah saya akan hafalkan semua yang tadi saya baca.
Saya
berpikir keras berusaha mengingat kembali apa yang tadi saya baca. Bersyukur
otak saya masih belum terkontaminasi dengan masalah-masalah berat. Alhasil
semua pertanyaan tersebut bisa terjawab dan pak boss tadi hanya menganggukan
kepala saja. Ahh… berarti jawaban saya tepat nih!
Ternyata
test itu belum berakhir. Pak boss itu kemudian membacakan satu baris akta
berbahasa Inggris dan saya diminta untuk menterjemahkannya. Ampun! Kalau tahu
bakal di test bahasa Inggris, pastilah saya akan belajar menambah vocabulary
saya! Duuh, saya jawab sekena-kenanya sajalah! Saya pun menterjemahkan kalimat
yang barusan diucapkan pak boss tadi.
Hal
yang tak terduga terjadi lagi. Pak boss itu mengiyakan jawaban saya dengan kata
‘tepat!’. Puji syukur padaMU ya Allah. Ternyata jawaban saya benar. Setelah
test itu. saya diminta menunggu lagi di ruang depan. Beberapa pelamar lainnya
yang telah lebih dulu diwawancara pak boss ternyata sudah lebih dahulu pulang.
Tinggallah saya sendiri menunggu di sana.
Beberapa
menit kemudian, seorang staff dari pak boss tadi meminta saya mengikutinya
untuk menemui pimpinan bagian keuangan di sana, seorang perempuan paruh baya.
Ibu pimpinan ini memberitahukan bahwa saya diterima bekerja di kantor itu dan
saya diminta mengisi besarnya gaji yang diinginkan. Rasanya seperti mimpi di
siang hari saja. Sunggguh tak mengira bahwa usaha saya kali ini berhasil!
Terima kasih ya Allah. Doa saya terkabul!
Yang
lebih tak terduga lagi ternyata hari itu juga saya diminta untuk langsung
bekerja. Antara percaya dan tidak tapi ini nyata! Saya langsung menelpon ibu di
rumah memberitahukan bahwa hari itu juga saya sudah mulai bekerja. Mendengar
itu, ibu begitu senang dan lega.
Hal
ini pun membuktikan bahwa lulusan SMK seperti saya ternyata mampu bersaing
dengan lulusan S1. Dengan bermodalkan rasa percaya diri, doa yang kuat serta
restu dari orang tua, Insya Allah kita bisa mencapai apa yang kita inginkan.
Sampai
saat ini saya masih bekerja di kantor tersebut. Tak menyangka selama belasan
tahun, ternyata saya betah bekerja di tempat itu padahal boss saya terkenal
sekali dengan ketegasannya. Banyak rekan-rekan saya yang hanya mampu bertahan
selama beberapa tahun saja.
Hal
yang patut disyukuri lagi adalah dengan gaji yang saya terima setelah 2 tahun
bekerja di sana, saya melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum. Tahun 1999 saya
berhasil menyelesaikan kuliah S1. Setelah diwisuda, saya pun menjadi asisten
boss saya. Hingga saat ini.
Sumber : lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/04/19/siapa-bilang-lulusan-smk-tak-mampu-bersaing-dengan-s1/
SMK Bisaaa... Salam kenal dari Guru elektronik di Perumahan Citra Indah
ReplyDelete