Sangat beruntung!
Mungkin kata kata itu yang semestinya terucap dari para peserta kelas menulia
via WA Grup asuhan blogger Wijaya Kusuma atau yang biasa dipanggil dengan nama
Om Jay. Bagaimana tidak? Nara sumber yang selalu dihadirkan pada setiap materi selalu
orang-orang yang memang berkelas dan sudah berpengalaman. Seperti pemateri
malam ini, Dr. Ngainun Naim. Melihat curriculum vitae nya saja sudah membuat
decak kagum. Bagaimana tidak, pria kelahiran Tulungagung, 19 Juli 1975 telah
menulis banyak buku dan jurnal. Di bawah ini adalah buku buku yang ditulis oleh
Dr. Ngainun Naim, yaitu:
1.
Islam Radikal dan Deradikalisasi (2020).
2.
Aktualisasi Pemikiran Islam Multikultural (Akademia
Pustaka, 2020).
3.
Literasi dari Brunei Darussalam (Akademia Pustaka, 2020).
4.
Spirit Literasi (Akademia Pustaka, 2019).
5.
Teraju (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2017).
6.
Proses Kreatif Penulisan Akademik (Akademika Pustaka,
2017).
7.
Merawat Nusantara (Malang: Genius Media, 2017).
8.
Menipu Setan, Kita Waras di Zaman Edan (Jakarta: Quanta, 2015).
9.
The Power of Reading (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2013).
10. Character Building (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2012).
11. Pendidikan Multikultural:
Konsep dan Aplikasi, Cet. IV (Yogyakarta: Arruzz-Media, 2008).
12. Islam dan Pluralisme
Agama (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2014).
13. Self Development:
Personal, Sosial, dan Spiritual (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2015).
14. 35 Kompasianer Merajut
Indonesia (buku bersama) (Jakarta:
Kompas, 2013).
15. Merajut Kerukunan
Antarumat Beragama (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2012).
16. Pengantar Studi Islam
(Yogyakarta: Gre Publishing, 2011).
17. Sejarah Pemikiran Hukum
Islam (Yogyakarta: Teras, 2009).
18. “Resiko Menawarkan Pemikiran Liberal”, dalam
Ulil Abshar-Abdalla, dkk, Islam Liberal dan Fundamental: Sebuah Pertarungan
Wacana (Yogyakarta: eLSaQ, 2003).
19. Teologi Kerukunan,
Mencari Titik Temu dalam Keragaman (Yogyakarta: Teras, 2011).
20. “Krisis dalam Dunia Pendidikan, Dimensi
Kemanusiaan, dan Pengembangan Nalar Spiritual”, dalam Akhyak (ed), Meniti
Jalan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003).
21. Rekonstruksi Pendidikan
Nasional, Membangun Paradigma yang Mencerahkan (Yogyakarta: Teras, 2009).
22. Konservasi Lingkungan
Berbasis Tradisi (Tulungagung: STAIN Tulungagung Press, 2011).
23. Spirit Literasi
(Tulungagung: Akademia Pustaka, 2019).
24. Resolusi Menulis (SPN
Grup, 2017).
25. The Power of Writing
(Yogyakarta: Lentera Kreasindo, 2015).
26. Dan beberapa buku
lainnya.
Bukunya
banyak kan.
Jadi
sangat beruntung dapat kesempatan belajar mengenai “Menulis” bersama Dr.
Ngainun Naim. Dan, materi kelas menulis malam ini adalah “Mari Kita Produktif Menulis”.
Para peserta kelas menulis asuhan Om Jay dapat belajar banyak bagaimana Dr.
Ngainun Naim bisa produktif menulis. Pengalaman-pengalaman yang beliau
sampaikan dalam kelas menulis dapat dijadikan pemicu atau trigger untuk terus
bersemangat dalam menggoreskan pena atau tuts-tuts keyboard. Mari kita
produktif menulis. Blogger keren, Om Jay, selalu bilang: “Menulislah setiap hari dan
buktikan apa yang terjadi.” Mau lihat buktinya, menulislah setiap
hari!.
Apa sih menulis
itu?
Menulis merupakan sebuah kegiatan perekaman sebuah kejadian atau sebuah
peristiwa baik berupa realita atau imaji. Perekaman sebuah kejadian atau
peristiwa dalam bentuk sebuah tulisan sangat penting untuk perkembangan sebuah peradaban.
Sebuah peristiwa atau kejadian yang tidak direkam atau ditulis, maka peristiwa
atau kejadian tersebut akan hilang, dan generasi berikutnya tidak bisa menelusuri
sebuah peristiwa atau kejadian tersebut. Padahal, boleh jadi, peristiwa
tersebut sangat penting bagi keberlangsungan sebuah peradaban
Suyitno
(1993:150) seperti yang dimuat di https://www.padamu.net/pengertian-menulis, mengemukakan
bahwa menulis merupakan kemampuan mengungkapkan ide, pikiran, pengetahuan,
ilmu, dan pengalaman hidupnya dalam bahasa tulis yang jelas, runtut, ekspresif,
enak dibaca, dan dipahami orang lain.
Kemampuan Mengungkapkan Ide, Pikiran,
Pengetahuan, Ilmu, dan Pengalaman Hidup
Menulislah
setiap hari dan buktikan apa yang terjadi. Menulis apa saja. apa saja! Pikiran
yang melintas tiba tiba, pengetahuan, ilmu, atau pengalaman hidup bisa ditulis.
Pokoknya tulis! Nggak punya ide! Nah, ini dia. Nggak mungkin! Nggak mungkin
manusia sebagai makhluk hidup dan berakal tidak punya ide sama sekali. Pasti
punya. Mau bukti? Baca kisah dibawah ini pelan-pelan:
“Alkisah. Pada suatu pagi, ada
seorang laki-laki yang sedang duduk termenung seorang diri di halaman belakang
rumahnya memegang perutnya. Meringis. Dilihat jam ditangannya. Waktu sudah
menunjukan jam 11.45. Jam ditangannya sudah dilirik berkali-kali. Tapi istrinya
belum pulang juga dari pengajian. Biasanya, sang istri tercinta sudah di rumah
jam 11.00. Perutnya nggak bisa diajak kompromi. Perutnya sudah keroncongan. Tadi
pagi baru sarapan bubur. Dokter bilang, jangan telat makan. Ntar maag-nya
kambuh.
Laki-laki berperawakan kurus tinggi
itu bergegas ke dapur. Dibukanya tudung saji. Masih ga berubah. Kosong.
Dibukanya rice cooker. Nasi masih banyak. Dilihatnya brankas dapur, tempat
istrinya biasanya menyimpan bumbu dapur, telor, dan sebagainya. Bumbu ada.
Bawang ada. Cabe ada. Minyak goreng ada. Tiba-tiba muncul ide.
“Masak nasi goreng”, batin laki-laki
itu.
(bersambung)”
Nah,
bagaimana setelah membaca kisah di atas. Benar kan? Setiap kita pasti punya
ide. Ketika laki-laki itu merasa lapar dan dia melihat bumbu-bumbu dapur,
tiba-tiba idenya muncul. Apa idenya? Idenya adalah membuat nasi goreng. Gimana
jadinya laki laki dalam kisah di atas jika tidak punya ide ketika perutnya
lapar. Mungkin laki-laki tersebut masih merasa lapar sampai istrinya pulang dan
memasak.
Itulah
ide. Bisa muncul kapan saja dan dalam keadaan apa saja. Jadi, yakinlah bahwa
setiap manusia pasti punya ide. Karena Sang Pencipta telah memberikan manusia
akal untuk berfikir. Masalahnya adalah apakah setiap kita punya kemampuan yang
sama untuk mengungkapkan ide menjadi sebuah tulisan atau buku. Itulah, mengapa
kita sebaiknya mengikuti kelas-kelas menulis seperti kelas menulis asuhan Om
Jay atau mengikuti komunitas-komunitas menulis. Salah satu alasan mengikuti
kelas menulis atau komunitas menulis adalah supaya kemampuan menulis semakin
terasah dan mahir.
Bagi
seorang guru, kemampuan menulis adalah salah satu kemampuan yang harus
dimiliki. Apalagi guru PNS. Idealnya, kemampuan menulis adalah sebuah
keniscayaan yang harus dimiliki. Bagaimana tidak? Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPANRB) No 16 Tahun 2009 Tanggal 10
November 2009, menyatakan bahwa bagi guru PNS yang akan mengusulkan kenaikan
pangkatnya harus memenuhi beberapa kriteria antara lain adalah kredit point
yang harus didapat dalam pengembangan diri dan karya tulis. Berdasarkan PermenPANRB
No.16 tahun 2009, Bab V Pasal 11 poin C.2 menyatakan bahwa pengembangan
keprofesian berkelanjutan, meliputi publikasi Ilmiah yang terdiri dari:
a) publikasi ilmiah atas
hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal; dan
b) publikasi buku teks
pelajaran, buku pengayaan, dan pedoman Guru.
Publikasi ilmiah atas hasil penelitian dan publikasi
buku teks tersebut, tentunya, memerlukan kemampuan menulis.
Menurut Dr. Ngainun Naim, guru adalah kunci penting dalam dunia pendidikan. Jika guru berkualitas, besar kemungkinan kelas yang diajarnya juga berkualitas. Tapi jika gurunya kurang berkualitas, tentu hasil pembelajarannya juga kurang sesuai dengan harapan. Salah satu kunci penting peningkatan kualitas guru – menurut penulis buku “The Power of Writing” – adalah dengan membangun budaya literasi. Literasi berarti budaya membaca dan menulis. Menurut Elizabeth Sulzby “1986” sebagaimana dimuat https://sevima.com/pengertian-literasi-menurut-para-ahli-tujuan-manfaat-jenis-dan-prinsip/, literasi ialah kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang dalam berkomunikasi “membaca, berbicara, menyimak dan menulis” dengan cara yang berbeda sesuai dengan tujuannya. Jika didefinisikan secara singkat, definisi literasi yaitu kemampuan menulis dan membaca.
Guru sebagai insan profesional wajib membaca buku. Galibnya, kemauan membaca guru sudah tidak perlu diragukan lagi. Karena guru adalah sosok professional. Profesi yang memang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Maka, kemauan membaca menjadi mutlak dimiliki oleh seorang guru baik bagi yang sudah memiliki sertifikat pendidik atau belum. Membaca apa saja. Membaca buku baik bidang yang diampunya maupun bukan, koran dan majalah, informasi informasi yang ada di internet, dan bahkan status status di facebook, twitter, instagram ataupun WA.
Menurut Dr. Ngainun Naim, guru adalah kunci penting dalam dunia pendidikan. Jika guru berkualitas, besar kemungkinan kelas yang diajarnya juga berkualitas. Tapi jika gurunya kurang berkualitas, tentu hasil pembelajarannya juga kurang sesuai dengan harapan. Salah satu kunci penting peningkatan kualitas guru – menurut penulis buku “The Power of Writing” – adalah dengan membangun budaya literasi. Literasi berarti budaya membaca dan menulis. Menurut Elizabeth Sulzby “1986” sebagaimana dimuat https://sevima.com/pengertian-literasi-menurut-para-ahli-tujuan-manfaat-jenis-dan-prinsip/, literasi ialah kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang dalam berkomunikasi “membaca, berbicara, menyimak dan menulis” dengan cara yang berbeda sesuai dengan tujuannya. Jika didefinisikan secara singkat, definisi literasi yaitu kemampuan menulis dan membaca.
Guru sebagai insan profesional wajib membaca buku. Galibnya, kemauan membaca guru sudah tidak perlu diragukan lagi. Karena guru adalah sosok professional. Profesi yang memang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Maka, kemauan membaca menjadi mutlak dimiliki oleh seorang guru baik bagi yang sudah memiliki sertifikat pendidik atau belum. Membaca apa saja. Membaca buku baik bidang yang diampunya maupun bukan, koran dan majalah, informasi informasi yang ada di internet, dan bahkan status status di facebook, twitter, instagram ataupun WA.
Masih
menurut Dr. Ngainun Naim, penulis buku “Spirit Literasi”, seorang guru yang mau
terus membaca buku dan menulis memiliki peluang untuk semakin meningkat
kualitas dirinya. Semakin banyak buku yang dibaca, semakin banyak karya yang
dihasilkan, maka akan memiliki kontribusi penting bagi kemajuan pendidikan.
Secara tidak
langsung, Dr. Ngainun Naim mengatakan bahwa seorang guru harus mempunyai
kemampuan menulis. Kemampuan menulis erat kaitannya dengan kemauan membaca. Guru
harus bisa menulis dan bahkan wajib menulis. Galibnya, ada atau tidak adanya
peraturan, semua guru baik PNS maupun non PNS harus
memiliki kemampuan menulis. Jangan katakan tidak memiliki bakat menulis, lalu
tidak ingin menulis. Karena menulis itu bisa diasah dan dilatih. Sebagai guru, rasanya belum
lengkap, kalau tidak membuat tulisan baik buku
maupun artikel ilmiah.
Selanjutnya,
bagaimana menjadi guru yang produktif menulis?
Dr.
Ngainun Naim menyampaikan tentang “Kunci-kunci penting dalam menulis”
supaya guru atau siapa pun menjadi produktif dalam menulis. Kunci itu adalah alat
untuk membuka. Alat yang bisa menjadikan guru atau siapa pun produktif dalam
menulis. Namun, jika sudah mengetahui kunci-kunci penting dalam menulis tidak
digunakan atau dipraktekkan, kunci-kunci tersebut menjadi tidak bermanfaat dan kurang
fungsional.
Apa
saja kunci-kunci penting dalam menulis?
KUNCI PERTAMA ADALAH MOTIVASI.
Menurut
Om.Makplus pada http://www.definisi-pengertian.com/2016/01/pengertian-motivasi-definisi-menurut-ahli.html,
secara umum definisi atau pengertian motivasi
dapat diartikan sebagai suatu tujuan atau pendorong, dengan tujuan sebenarnya
tersebut yang menjadi daya penggerak utama bagi seseorang dalam berupaya dalam
mendapatkan atau mencapai apa yang diinginkannya baik itu secara positif
ataupun negatif. Adapun istilah dalam pengertian Motivasi berasal dari
perkataan Bahasa Inggris yakni motivation. Namun perkataan asalnya adalah
motive yang juga telah digunakan dalam Bahasa Melayu yakni kata motif yang
berarti tujuan atau segala upaya untuk mendorong seseorang dalam melakukan
sesuatu. Secara ringkas, Selain itu, Pengertian Motivasi merupakan suatu
perubahan yang terjadi pada diri seseorang yang muncul adanya gejala perasaan,
kejiwaan dan emosi sehingga mendorong individu untuk melakukan atau bertindak
sesuatu yang disebabkan karena kebutuhan, keinginan dan tujuan.
Menurut
Dr. Ngainun Naim, motivasi menulis bisa berupa;
a)
Motivasi karir.
Bagi seorang guru, apalagi PNS,
kemampuan menulis adalah keharusan. Seperti yang sudah ditulis di atas, berdasarkan
peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPANRB) No 16 Tahun 2009 Tanggal
10 November 2009, menyatakan bahwa bagi guru PNS yang akan mengusulkan kenaikan
pangkatnya harus memenuhi beberapa kriteria antara lain adalah kredit point
yang harus didapat dalam pengembangan diri dan karya tulis.
b)
Motivasi materi.
Menulis itu menghasilkan honor. Bagi
penulis yang sudah sangat terkenal, honor memang sangat berlimpah. Bukunya
terus mengalami cetak ulang. Namun jumlah mereka yang beruntung dari sisi ini
tidak terlalu banyak. Sebagian besar penulis justru kurang mendapatkan
perhatian dari sisi materi.
c)
Motivasi politik.
Menulis ditujukan untuk mencapai
tujuan politik tertentu.
d)
Motivasi cinta.
Menulis karena memang mencintai aktivitas menulis.
Pilihlah
motivasi-motivasi tersebut. Pilih motivasi yang sangat dominan, yang
menggerakan hati dan pikiran untuk mulai menulis. Motivasi di atas masih bisa
ditambah. Tentunya, masih banyak motivasi menulis di luar 4 yang sudah disebutkan
di atas. Namun perlu diingat bahwa apa pun motivasi yang dipilih maka akan
mempengaruhi terhadap tulisan atau buku yang akan dihasilkan.
KUNCI KEDUA ADALAH MEYAKINI BAHWA MENULIS ITU ANUGERAH.
Dr.
Ngainun Naim, penulis buku “Resolusi Menulis”, mengatakan bahwa mau dan mampu
menulis itu anugerah. Banyak orang yang mau menulis tapi tidak mampu
mengerjakannya. Alasannya banyak. bisa karena kesibukan atau sejuta alasan
lainnya. Banyak yang sesungguhnya mampu menulis tetapi tidak mau menulis.
Karena itulah bisa menulis – bagi penulis buku “The Power of Reading” – adalah
anugerah luar biasa yang harus
disyukuri. Cara mensyukurinya adalah dengan terus menulis.
Kita semua
pasti bisa menulis. Coba sekarang simak pengalaman menulis yang kita miliki.
Jika kita adalah adalah lulusan S1, S2 atau S3 berarti kita sudah menulis
ribuan halaman. Ya, ribuan halaman. Kok bisa?.
Bayangkan,
saat S-1, setiap semester, kita harus membuat makalah. Paling tidak satu
semester harus membuat 10 makalah. 10 halaman dikalikan 10 halaman, berarti kan
sudah 100 halaman. Kemudian dikalikan 8 semester. Berarti sudah 800 halaman.
Asumsinya 1000 halaman dengan laporan KKN, magang, skripsi.
Jumlah
halaman pasti bertambah jika lulus S2. Total halaman yang ditulis jika sampai
lulus S2 paling tidak 500 halaman. Apalagi jika sampai lulus doktor. Jumlah
halaman yang telah ditulis bisa jadi di atas 2.500 halaman. Sekarang hitung berapa
laporan penelitian yang harus kita buat setiap tahun. Berapa laporan
pengabdian. Sudah ribuan—sekali lagi ribuan—halaman yang sudah kita tulis.
Jadi,
nggak mungkin kalau tidak punya kemampuan untuk menulis. Kita pasti bisa. Arswendo
bilang menulis itu gampang. Kalau masih ada yang bilang nggak bisa menulis. Sekarang
mari kita urai mengapa kok masih ada yang kesulitan menulis padahal pengalaman
menulisnya sudah ribuan halaman. Menurut Dr. Ngainun Naim, ada beberapa
kemungkinan, yaitu:
- Selama kuliah spesial menjadi anggota kelompok yang tidak pernah menulis makalah. Biasanya ini yang spesial membiayai foto kopi. Sekali lagi mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.
- Tidak menulis karena dibuatkan orang lain.
- Menulis dengan melakukan “kanibal” tulisan orang lain. Misalnya mendapatkan bahan di googe lalu dipotong sana-sini sampai berbentuk layaknya tulisan.
- Begitu mendapatkan tugas langsung berburu referensi. Tidak berpikir apa yang harus ditulis. Begitu referensi didapatkan segera dibuka, diketik, lalu tutup. Ganti referensi berikutnya, dibuka, diketik, lalu tutup. Tugas penulis biasanya di akhir kutipan: “BERDASARKAN PAPARAN DI ATAS MAKA DAPAT DISIMPULKAN,…”
Menurut
Dr. Ngainun Naim, menulis itu membuat kita menjadi berbeda dibandingkan yang
lainnya. Sesederhana apa pun buku kita hasilkan itu tetap memiliki kontribusi
penting. Jangan dengarkan nyinyiran yang tidak konstruktif. Selama kita terus
menulis maka akan menjadikan kita sebagai makhluk yang berbeda dengan yang
lainnya.
KUNCI KETIGA ADALAH MENULIS ITU
MEMBERIKAN BANYAK “KEAJAIBAN” DALAM HIDUP.
Masih
menurut Dr. Ngainun Naim, penulis buku “Proses Kreatif Penulisan Akademik”, menulis itu memberikan banyak
sekali manfaat. Wijaya Kusumah atau biasa dipanggil Omjay-- seorang bloger,
youtuber dan guru kita semua, mengatakan bahwa menulis setiap hari itu memberikan
keajaiban dalam kehidupan. Ingatlah tagline Omjay yang sangat terkenal: “Menulislah
tiap hari dan lihat keajaibannya”.
Coba
kita simak apa saja bentuk keajaiban yang Omjay rasakan karena menulis.
- Mendapatkan banyak materi. Karena rajin menulis, bukunya mendapatkan banyak royaliti.
- Sering diundang sebagai pembicara di berbagai forum.
- Memiliki banyak teman.
- Bisa membeli peralatan yang dibutuhkan dalam kehidupan.
- Tulisan adalah alat perekam kehidupan yang ajaib.
Jangan
mudah menyerah. Jangan mudah putus asa. Pantang menyerah. Pantang mundur
sebelum buku atau tulisan jadi. Itulah kunci keempat dalam menulis. Jaga semangat.
Dan itu benar-benar tidak mudah. Jujur, menjaga semangat untuk tetap menulis
itu sulit. Tidah mudah. Banyak godaan. Banyak tikungan. Banyak halte yang
memaksa untuk selalu berhenti. Bayangkan saja. Banyak orang ingin menulis,
tentu termasuk menulis buku, tetapi semangat menulisnya naik turun. Saat ikut
kegiatan kepenulisan, semangat menulisnya berapi-api. Tetapi saat kembali ke
dunia nyata, ke dunia kehidupan sehari-hari, semangat menulisnya perlahan-lahan
memudar dan akhirnya hilang sama sekali. Saat bersemangat, menulis
berlembar-lembar halaman dalam sehari terasa ringan. Saat tidak bersemangat,
satu paragraf pun terasa berat sekali. Bahkan sangat mungkin berbulan-bulan
tanpa menulis sama sekali. Jadi, jika berkeinginan untuk menjadi penulis,
jagalah semangat. Jaga mood dan tidak mudah menyerah.
Menurut
Dr. Ngainun Naim, menulis lima paragraf yang dilakukan rutin setiap hari jauh lebih baik
daripada sepuluh halaman yang dilakukan tiga bulan sekali.
KUNCI KELIMA: BERJEJARING.
Menurut
wikipedia, Jejaring sosial adalah suatu struktur sosial yang dibentuk
dari simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi) yang dijalin
dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll.
Dengan kata lain berjejaring adalah bersosialisasi dengan siapa saja. termasuk
dengan sesama penulis. Berjejaring dengan komunitas menulis atau komunitas
penulis untuk bisa selalu bertukar pikiran supaya wawasan berfikir menjadi
bertambah dan luas. Jadi
penulis jangan menepi. Menyendiri. Memang saat sekarang kita harus menepi karena
Corona, tetapi bukan berarti tidak berinteraksi. Bangun jejaring kepenulisan.
Ikut kegiatan semacam ini juga dalam rangka berjejaring.
KUNCI KEENAM: MENULIS
SEBANYAK-BANYAKNYA.
Menulislah
setiap hari tanpa henti. Lakukan secara terus-menerus. Jika kita merasa tulisan
kita tidak baik maka dengan menulis setiap hari tulisan kita lama lama akan
otomatis menjadi baik. Ingat! Bisa karena biasa.
Itulah
6 kunci supaya bisa terus produktif menulis. Ingat pesan Dr. Ngainun Naim:
“jika sudah mengetahui kunci-kunci penting dalam menulis tetapi tidak
digunakan atau dipraktekkan, kunci-kunci tersebut menjadi tidak bermanfaat dan kurang
fungsional”.
Jadi,
mulailah praktek menulis sekarang juga.
luar biasa
ReplyDeleteTerima kasih
DeleteLengkap, + kisah menarik sumber ide nya...👍
ReplyDeletesuuper lengkap resumenya...salut
ReplyDeletesalam literasi